Kira-kira Siapa Dia?

Dari arah jalan seberang seorang laki-laki berjalan, langkahnya semakin jelas kalau Dia sedang menuju sebuah warung makan yang menyediakan menu baso otak sapi.Sampailah Ia ke warung yang dituju. Disana lelaki paruh baya duduk termangu di depan warung. Tatapannya kososng ke depan. Seolah ia sedang menahan beban berat suatu kehidupan. Namun dari tatapan yang kosong itu, ia tetap lelaki yang tegar. Justeru dengan sorot matanya yang sayu nan apa admerenunganya, ia seoah ingin mengatakan pada dunia bahwa Aku adalah lelak yang telah eninggalkan dunia  ini. Aku tidak seperti kebanyakan orang yang sekarang mati-matian mengejar dunia nan penuh gemerlap.

*********

Belum sempat kakinya melangkahkan masuk ke dalam warung Ia sempatkan diri untuk menyapa lelaki tersebut.

“Punten Pak, kula angsal lungguh teng mriki?”

tanya lelaki tersebut sembari menunjuk kursi panjang di sebelah lelaki tersebut”

Oh, monggo mas”

“Punten pak, naminipun sinten nggih?”

“Pak Iwan”

“Asalipun pundi?”

“Meteseh”Lelaki yang datang dari ujung seberang jalan terdiam, lelaki paruh baya kemudian menanyakan beberapa pertanyaan:

“Nah Masipun, saking pundi?”

“Kula nembe mawon saking Simpanglima Pak, onten acara Suroan” tanpa menjawab pertanyaan inti, Ia melanjutkan dengan nada yang penuh dengan semangat muda nan bergelora.

“Suroan niku wos acaranipun tarhib Muharram 1435H. Hizbut Tahrir ingkang ngawontenake pak”

“Oooh, Sampeyan Hizbut Tahrir” tukas lelaki paruh baya tadi seoah sudah mengenal Hizbut Tahrir

“Nah teng mriki seg nopo toh Pak”

“Kula seg nganter Mbah”

“Bapak remen maos boten? koran,tabloid utawi majalah?”

“Nggih remen”

“Kula nggadahaih majalah Al-Waie’ Pak”

Sambil menarik  tas yang tergendong di pundaknya, Ia meletakannya di pangkuannya, kemudian merogoh ke dalam dan ia keluarkan beberapa majalah Al Waie’ dan memberikan satu buah untuk lelaki paruh baya tadi. Beberapa jurus waktu terlewati, bunyi piring dan perabot dapur yang lainnya mengisi kekosongan dialog di atara dua lelaki yang baru bertemu ini. Tiga menit dalam keheningan dialog, lelaki paruh baya tadi hanya melihat-lihat foto agenda dakwah yang dimuat di majalah. Tanpa komentar sedikitpun. Nampaknya sang pemuda tadi ingin menyampaikan sesuatu kepada lelaki paruh baya tadi. Namun tiba-tiba hasratnya hilang kerana Mbah yang ditunggu dari tadi sudah di bibir pintu keluar.

” Oh ya Mas, kula pamit riyin”

“Oh, monggo Pak”semenjak itu dialog terputus, mungkin untuk selamanya. Lelaki paruh baya itu berdiri . Membenarkan peci putihnya dan beranjak dari kursi kemudian mendekati motor yang sudah terparkir di depan warung sebelum kedatangan pemuda tadi. Dari kejauhan nampak, bahwa celananya ternyata cingkrang.

Tinggalkan komentar